Follow Aras Atas on Facebook Contact Us Open!
Join our telegram Contact Us Join Now!

Kulikan Logika Sontoloyo - Taktik Jangan Makan Strategi

 TAKTIK JANGAN MAKAN STRATEGI

“Gantunglah cita-citamu setinggi langit”, tiba-tiba saja Sontoloyo teringat Pak Djamingan (almarhum; guru SD-nya yang lucu dan tegas)...moga damai dalam dekapan Kekasih Abadi, ammiinnn, batinnya. Beliaulah yang paling sering mengajak siswanya bercerita tentang cita-cita. Jika sedang ditanya tentang cita-cita, maka seisi kelas akan ramai meneriakkan cita-citanya masing-masing, “kalau besar nanti, kalian mau jadi apa?” tanya Pak Djamingan kepada seisi kelas...dokter – insinyur – polisi – tentara – pilot... bahkan sampai astronot pun disebut. Padahal satu pun dari semua cita-cita yang disebutkan belum terbersit jelas apa tugas dan fungsinya yang jelas. Sontoloyo baru sadar, ketika itu tidak ada satu pun yang bercita-cita menjadi petani atau peternak, atau bahkan nelayan...”kenapa ya ?” pikir Sontoloyo serius. Seingatnya, hampir semua teman-temannya berasal dari keluarga petani, petani penggarap, dan pengadas (peternak yang memelihara ternak orang lain, dengan sistem bagi hasil...serupa konsinyiasi-lah dalam istilah ekonomi)...”bisa jadi mungkin ini alasannya kata Sontoloyo”.

Dalam perjalanan hidup, ternyata tidak semua teriakan cita-cita itu terwujud. Teman Sontoloyo, yang bercita-cita menjadi dokter meninggal duluan dalam profesi sebagai “dokter servis elektronik”, yang bercita-cita jadi tentara sampai kini masih sehat sebagai petani; yang lainnya seingat Sontoloyo ada satu orang jadi polisi, dan beberapa menjadi staf desa...Sontoloyo yang kenceng berteriak mau jadi astronot, akhirnya berhenti di bawah rindang pohon dan sejuk alam persawahan, serta riak semangat aliran sungai sebagai “jendral pasukan bebek”...hehehehe...hidup memang penuh rahasia “gelitik Sontoloyo”.

Asa, harapan, cita-cita jika di-coret-coret sama dengan keinginan. Keinginan ini sangat dekat dengan nafsu, karena merupakan produk hasil khayalan dan hasrat. Siapa saja boleh bercita- cita atau bernafsu untuk ingin menjadi atau memiliki sesuatu, entah dalam kondisi yang sangat logis karena memiliki daya dukung untuk mewujudkannya, maupun dalam kondisi yang sama sekali “miskin” daya dukung (atau ngimpi...istilah untuk kondisi orang yang bahkan untuk menyebut cita-citanya saja harus “berdiri di atas atap istana siap terjun bunuh diri”, agar mendapat belas kasihan dari sang raja sehingga cita-cita dapat terwujud).

Dulu Pak Djamingan (Alm). sering berkata “anak-anak agar cita-cita bisa kita raih, maka anak-anak harus rajin belajar, dan berdoa”... namun seiring perjalanan waktu kata “rajin belajar” itu semakin jauh dari perilaku hidup. Perjalanan pergaulan, pertumbuhan dengan dinamika “hormon”, dan lemahnya pemahaman orang tua dalam mengawal cita-cita anak menjadi hal-hal yang sedikit tidak menjauhkan cita-cita dari jalan menuju ketercapaiannya. Jika kita lebih terbuka, ternyata kata rajin belajar memiliki makna yang sangat luas cakupannya “batin Sontoloyo”. Rajin belajar akan membawa cita-cita kita pada jalan menuju ketercapaiannya...rajin belajar berarti senantiasa ingat akan tujuan, berarti juga tetap ingat akan apa saja yang harus dipersiapkan. Rajin belajar juga bisa bermakna menjaga diri dalam pergaulan, memilih lingkungan pergaulan, sehingga “kontaminasi” lingkungan atas cita-cita bisa diminimalisir atau diperkecil resistensi (pengaruh negatifnya). Jika ini yang tetap terjaga atas orang yang memiliki cita-cita atau keinginan, maka kemungkinan untuk terwujudnya sangatlah besar.

Inilah hidup...penuh warna, unik, dan tidak bisa diprediksikan “pesan seorang pini sepuh kepada Sontoloyo satu masa”. Hidup kita seringkali terjebak hal-hal yang bersifat pragmatis, sehingga yang diperlukan adalah taktik atau siasat agar pragmatis itu segera terpenuhi. Akibat terus bergelut dalam taktik hampir separuh hidup, kita menjadi lupa mempersiapkan langkah pengamanan (strategi) untuk menghadapi kebutuhan pragmatis kita pada jarak waktu yang semestinya “satu dari sederet cita-cita besar kita bisa terpenuhi”. Inilah taktik yang bukan hanya memakan strategi, tetapi juga membunuh strategi. Hidup kita akhirnya berada pada titik PARSAH...bukan PASRAH, “bahu Sontoloyo terlihat bergetar menahan tawa, karena geli sendiri atas ke-PARSAH-annya”.


x

Rate This Article

Thanks for reading: Kulikan Logika Sontoloyo - Taktik Jangan Makan Strategi, Sorry, my English is bad:)

About the Author

Aras Atas

إرسال تعليق

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.
// //