Kulikan Logika Sontoloyo
APA MASALAH KIRI DAN KANAN ?
Aras Aras | Alam bawah sadar kita sudah sangat menerima stigma bahwa; Kiri adalah lambang keburukan, tidak sopan, tidak baik, jelek, jorok, semrawut, sesat, dosa, neraka, radikal, dan bahkan desdtruktif. Kebalikannya adalah Kanan yang menjadi perlambang atas kebaikan, kesopanan, etis, rapi, cantik/ tampan, pahala, surga, tertata, dan konstruktif.
Sontoloyo berpikir sembari mengurai kembali memorinya...”sejak kapan Kiri dan Kanan mulai bermusuhan?” Dari sekian banyak “cerita” tentang Kiri dan Kanan, yang masih kuat melekat dalam memori Sontoloyo antara lain; Bahwa agama yang ia yakini mengajarkan “jikalau makan dan minum itu gunakanlah tangan kanan”, ada juga pepatah berkata “memberilah seperti tangan kanan dan jangan sampai tangan kiri tahu”... dikuatkan juga keyakinan Sontoloyo oleh satu isi ceramah ketika menghadiri selametan tujuh hari tetangganya yang meninggal, tentang bagaimana Tuhan menyampaikan rizeki kepada hambanya; “Tuhan memberikan rizeki kepada hambanya dengan tangan kanan”... Sontoloyo inget juga ketika sahabatnya menunjukkan YouTube yang menayangkan Donald Trum (Mr. Of America) ketika berkunjung ke Arab Saudi, ketika akan menikmati minuman (dengan tangan kiri) pun mendapat teguran halus oleh King Sulaiman selaku tuan rumah...Sontoloyo bertambah bingung, “salah apa sebenarnya Kiri, sehingga dalam hal-hal baik ia tak pernah disebut ?”, “apakah ada hubungannya dengan tugas dan fungsi kiri-kanan secara fisik?”
Bungkusan kecil daun pisang Sontoloyo keluarkan dari gembolan yang menemaninya, setelah gelas ompreng (gelas; bahan besi) terisi kopi, dan tembakau gerus (rajang/iris tipis) terbungkus klobot (daun jagung) mengebulkan asap dengan aroma khasnya... satu persatu daun pisang dibuka, terlihat potongan singkong dan ubi jalar rebus menjadi bekal khusus Sontoloyo hari ini...seiring sedotan nikmat rokok klobot, Sontoloyo kembali melanjutkan rasa penasarannya tentang kiri-kanan yang terputus karena tuntutan alami perut.
Bangunan tradisi yang menjadikan kiri tidak lebih baik dari kanan, gumam Sontoloyo dalam hati...achh pikiran ini mulai mencari kambing hitam, tapi...masak iya tradisi yang salah? Sontoloyo menyeruput kopinya, lalu dengan pasrah ia kembarakan pikiran mulai dari titik tradisi...
Sontoloyo ingat ketika anak-anaknya kecil, jika mereka diberikan sesuatu oleh dirinya dan atau orang lain “pasti” ada tekanan untuk menerimanya dengan “tangan manis, yakni tangan sebelah kanan. Pun ketika mereka mulai belajar makan, maka suapan yang boleh masuk ke-mulut adalah suapan dari “tangan baik”, lagi- lagi tangan sebelah kanan...ketika mereka mulai belajar memberi atau mengambilkan sesuatu, maka arahan sekitarnya adalah pakai “tangan baik atau sopan”, tangan sebelah kanan kembali berperan. Sontoloyo senyum-senyum kecil, asap klobot ngebul otomatis dari sudut senyumnya dan kembang-kempis hidungnya...”benar juga ya!” gumamnya pelan, “tangan kanan menjadi baik karena warisan” batinnya lagi.
Setelah merapikan gembolan bekal hari ini, dan sedikit perlakuan terhadap ompreng kopinya biar bersih, Sontoloyo berdiri dengan sisa klobot disela jari...langkahnya pelan mengitari tempat ia meng-angon bebek-bebeknya. Sejenak perhatiannya tertuju pada tempat pakan bebeknya yang terlihat kotor, spontan Sontoloyo mengambilnya lalu jongkok dekat parit kecil. Tangan kanannya sibuk menyiramkan air, sementara tangan kirinya sibuk mengusap dan membersihkan tempat pakan bebek tersebut...Sontoloyo tiba- tiba tersenyum lebar...ohh ya ya...aku paham sekarang ujarnya lirih. “Sekarang kau usap kotor pada wadah pakan bebek ini, tadi pagi kau usap bersihkan sisa kotoranku, setiap beberapa jam dalam sehari kau sibuk membersihkan hidungku dari upilnya, secara otomatis juga setiap aku meraup wajah kau cek “belek” (tai mata) dimataku, dan seabrek kerja kotor lainnya yang hanya kaulah yang berdisiplin dan siap melaksanakan tugas itu”...ohh jadi ini alasannya kenapa tradisi terlibat dalam urusan ketetapan “kiri tidak lebih baik daripada kanan!”...masyuk pak ekoooo...seloroh batinnya.
Semakin gamblang dalam pikiran Sontoloyo bahwa urusan kiri-kanan ini murni masalah warisan tradisi yang terkondisi akibat kinerja fisik yang tertanam sejak diri...” kalo istilah Antropologis kata tetangganya yang sekolah di kota, hal semacam ini disebut enkulturasi budaya yakni proses pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi berikut secara bertahap”...istilah ini juga pernah Sontoloyo kenal ketika kebetulan membaca sobekan koran pembungkus gembolannya minggu lalu. “Nilai yang perlahan menjadi satu Norma di dalam masyarakat adalah sesuatu yang dianggap baik, dan menjadi cita-cita bersama yang terus dilestarikan”, tegas sobekan koran itu.
Gemericik suara air diparit sayup terdengar dari dangau tempat Sontoloyo meluruskan tulang punggungnya...menenangkan hati dan menambah luas ruang pikirannya tentang kiri-kanan. ”memang kiri tidak pernah salah, dan kanan tidak pernah dendam... mereka sesungguhnya bekerja dengan sepenuh hati sesuai tugas dan fungsinya”. terawang Sontoloyo. Kanan tidak pernah protes ketika kiri menggunakan perhiasan; cincin, jam tangan, gelang emas atau perak. Demikian juga sebaliknya, kiri tidak sakit hati ketika kanan disanjung, disucikan, dilangitkan, bahkan diagung- agungkan. Intinya “ antara kiri-kanan tetap baik-baik saja”, batin Sontoloyo, meskipun pada kenyataannya seringkali pelaksanaan tugas dan fungsi kiri-kanan yang penuh dedikasi tersebut disalah tafsirkan oleh orang dan atau kelompok menjadi; “ada paham kiri dan kanan”, “ada aliran kiri dan kanan”, “ada garis kiri dan kanan”, bahkan “ada ekstrimis kiri dan ekstrimis kanan”...
Sontoloyo teringat sekilas rekaman resepsi tetangganya, ketika pengantin dan tamu diminta berpose, juru photo mengarahkan laki disebelah kanan dan perempuan disebelah kiri...di dinding rumahnya juga ada gambar presiden dan wakilnya, presiden ada disebelah kanan dan wakil di sebelah kiri. ”kalau ekstrismis, kenapa mereka bisa akuurrr ?” keningnya berkernyit. Ketika Sontoloyo juga menonton pementasan wayang kulit pada hajatan Pak Joko, entah sengaja atau tidak Ki Dalang mengatur posisi wayang yang perannya baik-baik pada sebelah kanannya, dan wayang yang berperan antagonis pada sisi sebelah kiri.
Ooo...yaa...ya. ya, Sontoloyo tersenyum lebar “merdekalah aku atas pahamku!”...yang lain, “silahkan dinalar!”...
PROFIL PENULIS
Jenjang pedidikan SD, SMP, SMA ia lalui di Lombok Timur (SD Negeri 1 Kesik/Masbagik, SMP Negeri 1 Sikur, SMA Negeri 1 Terara). Semasa kuliah, secara kebetulan pembelajaran penting tentang “peduli” didapatkan pada Era Gerakan Reformasi, era yang mengharuskannya untuk banyak belajar kepada senior-seniornya. Penulis pernah juga bergabung dalam UKM Mapala Loka Samgraha IKIP Negeri Singaraja, dan belajar dalam organisasi ekstra kampus (Himpunan mahasiswa Islam – Cabang Singaraja/kini). Untuk melanjutkan hobi di alam bebas, penulis pernah ikut menjadi pengurus FPTI (Federasi Panjat Tebing) Kabupaten Buleleng – Bali.
Hingga saat ini, penulis bertugas sebagai pengajar mata pelajaran Sejarah di SMA Negeri 2 Gerokgak – Buleleng – Bali.
Dalam kesederhanaan fasilitas komunikasi penulis dengan majelis pembaca bisa bersilaturrahim lewat HP. 087 859 866 252, atau FB : Bonang’SRW. Terimakasih.
Terakhir, tentang keluarga Kecil penulis : Martini (istri), Shri Loma Wiraditya Pangestu (Putra), dan Sirah Zayani Panuluh (Putri)...
”Ikat Keluarga dalam Diri, dan Ikat Diri dalam Keluarga menuju Baiti Jannati...Amiinnn!”.
Rate This Article
Thanks for reading: Kulikan Logika Sontoloyo | Apa Masalah Kiri dan Kanan?, Sorry, my English is bad:)