KULIKAN LOGIKA SONTOLOYO
JARING LABA-LABA POLITIK
“Bergurulah pada alam Nak !”, pesen Sontoloyo kepada anaknya. Kalimat ini
sangat sering ia ingatkan, tetapi baru pada pertemuan kali ini anaknya terasa
berani untuk bertanya...”kenapa Ayah seringkali bahkan sangat sering
mengingatkan tentang berguru pada alam?”. Mungkin mereka terbawa suasana santai
malam purnama yang bertepatan dengan malam minggu, besok anaknya libur sekolah.
Bertemankan jagung goreng (simpanan panen tahun lalu), kopi racikan istri,
dan tidak lupa rokok klobot terselip menghias jari, diskusi santai Sontoloyo
dan anaknya terlihat mesra. “Berguru pada alam itu bagi Ayah wajib Nak, karena
ndak sekolah kayak kamu sekarang”. Menurut Ayah, cerita Bapak-Ibu Guru di
sekolah itu sebagian besar diterima dari alam yang kemudian dikumpulkan dalam
bentuk catatan agar anak-anak berikutnya gampang menerima dan mempelajarinya,
“terang Sontoloyo”.
Salah satu contoh pelajaran alam untuk situasi di desa kita hari ini,
terkait ramainya bakal calon kepala desa adalah berguru pada laba- laba.
“Kenapa laba-laba Pak?...apa hubungannya antara pemilihan kepala desa dengan
laba-laba?”, tanya si anak. Suara krutukan jagung sejenak menyela
diskusi...setelah sruput kopi dan hisapan klobot yang sedikit dalam Sontoloyo
menjelaskan pemikirannya kepada anaknyaa, tetapi dengan gaya berdialog;...
Sontoloyo : Menurutmu apa syarat yang harus dimiliki
seseorang untuk bisa menjadi calon pemimpin ? “calon saja dulu, belum menjadi
pemimpin”... tegasnya.
Anak : “Kaya, Pintar,
Terkenal, dan bertanggungjawab”.
Sontoloyo : Coba kamu urai syarat-syarat itu ! Sedikit
gupuh, si anak mengambil air minum seakan mengulur waktu sambil mencari
alasan...
Anak : Seorang calon pemimpin itu harus kaya
karena untuk memenuhi kebutuhan “pasukannya”, atau buat kampanye Yah...Pintar,
biar dia mengerti akan kebutuhan rakyatnya, dan untuk mendapatkan suara yang
banyak calon pemimpin haruslah terkenal...setelahnya jika ia menang maka atas
segala beban tugas dan masalah yang dia terima mesti bertanggungjawab.
Sontoloyo : Apakah semua yang kamu jelaskan itu wajib ?
Anak : Wajib lah Yah...
Sontoloyo : Jika kaya menjadi syarat wajib...berarti orang semodel kita ini
(khususnya Nak) tidak bisa menjadi calon pemimpin...ngimpi saja tidak
boleh...”Sontoloyo tersenyum kecil, merasa mulai masuk mempermainkan pikiran
anaknya”.
Anak : Saya tidak minat jadi kepala desa
Yah...buat apa juga...masalah sendiri saja belum selesai, sok menyelesaikan
masalah orang banyak...”Si anak tampak mengkeret kecut”.
Sontoloyo : Ingat kata kuncinya adalah berguru pada
alam... jika satu masa nanti kamu menebar bibit (biji) pohon pada lahan yang
luas, dan setelah musim penghujan tiba kamu cek...berapa biji yang
tumbuh...tahun depannya lagi kamu cek berapa pohon yang tersisa...kenapa
sedikit yang tersisa ?, dan apakah bentuk “kekayaan” dari biji yang tumbuh dan
bertahan menjadi pohon itu ?.
Anak : Berarti seleksi alam Yah ?
Sontoloyo : Trusss... ”Si anak terdiam”...Sontoloyo menghisap klobotnya santai, sambil
menunggu respon anaknya...dua hisapan belum juga bereaksi... Sontoloyo
melanjutkan...Seleksi alam itu tidak peduli kaya dan miskin Nak...Alam itu
memilih berdasarkan kelayakan dan daya juang...
Kelayakan itu sangat terpengaruh oleh diri dan
lingkungan, dalam kasus bibit tadi yang dimaksud diri itu adalah sehat atau
tidak biji tersebut... sementara lingkungan yang berpengaruh adalah biji itu
tumbuh pada tanah yang subur, dan airnya cukup... dengan demikian maka biji
akan tumbuh menjadi bibit, dan setelah itu seberapa keras daya juangnya dalam menumbuhkan akar, dahan dan
rantingnya...ingat “turut campurnya manusia dalam kondisi ini sangat
berpengaruh!”.
Anak : Lalu apa hubungannya biji tadi dengan calon
pemimpin Yah?
Sontoloyo : Anak itu ibarat bibit...keluarganya adalah
tanah dan air...lingkungannya adalah tempat ia harus menguji seberapa kuat
akar, dahan, dan ranting yang dibekali keluarganya.
Menjadi calon pemimpin itu benar katamu Nak, kaya
itu perlu tetapi tidak wajib, karena kepintarannya akan mengantarkan ia menjadi
terkenal bila dia siap mengabdikannya dengan baik, dan pengabdian itu yang
membuat dia di- cap bertanggungjawab.
Kelak kamu bisa menjadi calon pemimpin Nak,
tetapi isi otak-mu dulu, sambil ikut serta mengabdi sekemampuanmu...ringan
tanganlah atas apa yang bisa kamu perbuat untuk orang lain , jangan malas
bergotong royong, dan jangan pamrih dalam mengabdi karena itu bukti kamu itu
orang kaya. ”hehehehe tawa Sontoloyo”.
Anak : berarti untuk bisa menjadi calon pemimpin
itu sederhana Yah...(nada menggelitik)...kalau dari calon pemimpin menuju
menjadi pemimpin bagaimana Yah.?...”nada menggoda”....sejenak obrolan rehat,
karena Sontoloyo asik dengan kunyahannya sambil menikmati rewel istrinya
protes.
Istri : “Pak sudah malem, kasi istirahat dulu
anaknya... lagian ngobrol sama anak jangan tinggi-tinggi, ntar kalo jatuh
sakit”. Kalo otaknya ndak mampu ntar kebanyakan berhayal, jadi gendeng...
Sontoloyo : Mumpung libur, sekali-kali begadang boleh-lah...
mending ibu buatkan kopi sekali lagi...(Sambil senyum penuh harap)....sambil
sedikit merajuk, si istri ngeloyor ke dapur...kopi panas siap, klobot
ngebul...program belajar sama alam berlanjut.
Jika bibit sudah tumbuh baik...anak tumbuh
menjadi pemuda, maka saatnya belajar pada binatang yang bernama; Kabang Kawe
(Bali), alias Berarak (Lombok), Kala Mangga (Jawa) atau umum melayu menyebutnya
Labah-labah yang dalam bahasa resmi di negeri kita disebut LABA-LABA.
Anak : Binatang laba-laba ini menakutkan Yah...
Sontoloyo : Jangan lihat bentuk rupanya, mari kita
belajar dari ciri dan prilaku hidupnya.
Anak : Bagaimana ceritanya dari laba-laba orang
belajar menuju kursi jabatan, atau menjadi pemimpin?
Sontoloyo : Coba jelaskan pada Ayah, apa syarat untuk
dikatakan menang atau terpilih menjadi kepala desa dari lima calon kepala desa
yang akan kita pilih satu minggu ke-depan ini ?
Anak : Syarat utamanya adalah suara terbanyak
Yah...
Sontoloyo : Bagus...untuk bisa mendapatkan suara
terbanyak, apa langkah yang harus dilakukan ?
Anak : kata orang-orang “serangan fajar”
Yah...bagi-bagi uang menjelang pemilihan (senyum ngawur).
Sontoloyo : Kalau begitu, kembali ke obrolan awal
bahwa syarat Kaya itu wajib...ilmu laba-laba membuka peluang orang “miskin”
menjadi pemimpin Nak. Perhatikan baik-baik cara hidup laba-laba, yang secara
umum mereka mencari makan dengan membuat jaring perangkap...kebiasaan laba-laba
setelah membuat sarang dia akan tinggalkan menepi, atau tinggal disalah satu
sudut sarangnya. Kenapa ?, karena dari sana cukup bagi laba-laba merasakan
getaran dari setiap simpul sarangnya. Ketika ada signal dari salah satu simpul,
maka laba-laba akan segera mengecek setiap simpulnya.
Anak : Kaitannya dengan perolehan suara Yah ?
Sontoloyo : Andaikata seorang calon pemimpin
berkeinginan untuk mendapatkan suara ternbanyak dalam pemilihan, maka dia harus
memasang jaring laba- laba lebih awal pada setiap wilayah sasarannya...
(menjelaskan penuh semangat, sambil menatap dalam mata anaknya)...
Artinya bahwa calon pemimpin itu haruslah
memperkuat silaturahmi-nya, mengenal lebih dekat dan dalam setiap warganya.
Simpul awal
harus di mulai dari keluarga dekat (dari garis
Bapak dan Ibu), baru kemudian merembet ke kerabat dan sahabat, serta tidak lupa
mengikatkan simpul pada tokoh-tokoh yang berpengaruh di wilayah tersebut. Jika
sudah sampai simpul terbentuk dengan model seperti ini, maka boleh dikatakan
orang tersebut sudah membangun jaring laba-laba...selanjutnya tinggal membuat
skala kontrol dan perhatian, serta momentum untuk memperkuat simpul...
Cara kerjanya sederhana, jika ada keluarga,
kerabat atau sahabat sedang tertimpa musibah, maka getaran itu harus segera
diperhatikan. Termasuk dalam suasana suka, pun harus mendapatkan
perhatian...Perhatian tidak mesti harus berupa uang, memberikan solusi dan
mendapinginya dalam menghadapi masalah yang dihadapi merupakan sumbangsih yang
luar biasa bagi mereka... Ingat “Kaya” bukan jaminan, tetapi “perhatian” akan
menyentuh rasa dan sangat sulit dibuang...Kalau sudah begini “sombong-sombongnya
bicara”, kalkulasi
raihan suara sudah bisa mendekati “pasti”. Ayah
menyebut ini sebagai “Jaring Laba-Laba Politik”. (Tatapan mata dalam seakan
menembus relung batin si anak)...
Anak : Luar biasa Yah...ternyata jika ingin
menjadi pemimpin kelak, sederhananya saya harus mulai belajar makna pengabdian,
kasih-sayang dengan keluarga, mencintai dan menghormati kerabat dan sahabat,
anjang sana kepada tetua-tetua untuk mendapatkan petuah dan doa...(menarik
nafas dalam seakan meresapi dan ber-ikrar diri...)... jika begini prosedur
lahirnya seorang pemimpin, maka pemimpin kita akan sangat dicintai oleh
rakyatnya...apa ini sama dengan yang orang bilang “mider-ideran atau keliling
keluar masuk kampung, atau populernya blusukan Yah?”.
Sontoloyo : Yaaa...setali tiga uang lah ! “maksudnya
mirip- mirip gitulah!”. Sederhana kan rumusnya ? (wajah sumringah, senang
melihat anaknya paham)... tetapi berat untuk dilakukan...
Obrolan berlanjut semakin santai, Sontoloyo sudah akan mengakhiri penjabaran
isi pikirannya. “Nak selain belajar disekolah, cobak atur waktumu agar bisa
rutin baca Al Qur’an dengan terjemahannya. Yang kita bahas ini ada dalam surat
Al Ankabut, di sana dijelaskan bahwa Sesungguhnya rumah yang paling rapuh
adalah rumah laba- laba (Surat Al-Ankabut)”, jelasnya pada anaknya. Kalaupun
rumah laba-laba rapuh, dalam kisah Ashabul Kahfi dikabarkan bahwa salah satu
binatang yang sangat berjasa dalam keselamatan perjalanan “pelarian” tujuh
pemuda itu adalah laba-laba.
Dari sinilah Ayah coba merenung, dan mempelajari keseimbangan maksud pembelajaran dari apa yang tersurat dan tersirat. Al Qur’an mengabarkan...alam menjabarkan...”tutup Sontoloyo sembari menyuruh anaknya untuk istirahat”.
Rate This Article
Post a Comment
Thanks for reading: KULIKAN LOGIKA SONTOLOYO JARING LABA-LABA POLITIK, Sorry, my English is bad:)