Visi Muda
“Mau Mbah
buatkan Mie Nak Damar?” Tanya Mbah pada Damar yang masih asyik membaca surat
kabar.,
“Boleh Mbah…”
Sudah pukul 13.00 Warung Mbah nampak masih sepi, tidak seperti biasa,
tidak banyak mahasiswa yang mampir untuk makan. Tapi Damar sudah menjadi
pelanggan setia
sejak Ia pertama kalai memesan air putih 28 hari lalu. Damar
hampir tidak pernah absen untuk mampir ke sini. Kadang ia siap menunggu
pergantian jam kuliah di warung ini, tempat ini sudah menjadi tempat berteduh
yang meneduhkannya.
Yanto yang baru saja pulang dari kampus sudah nampak di luar warung
berjalan mendekat ke arah Damar.
“Mas,, sudah
pulang,?” Tanya Damar.
“Iya Le,, nggak kuliah?”
“Dari pagi, tiga
mata kuliah, jam
11 tadi selesai”
“Ohw iya
teman mu yang kemarin mana’?” Tanya Yanto.
“Imad,?..
mungkin dikosnya”..
"Iya"
“Owh,,… Mbah
Nasi satu...”
Yanto juga sudah terbiasa mendatangi warung Mbah, dia dan Damar sudah
semakin akrab. Sempat membahas ingin mengadakan beberapa kegiatan bersama,
merancang satu wadah perkumpulan sebagai wadah eksplorasi visi-visi hidup
mereka. Imad pernah
menawarkan diri, jika perlu bantuan dia siap keliling ke kampus-kampus untuk
mencari Mahasiswa lain agar bergabung dengan proyek organisasi Damar dan
Yanto.
“Pak nasinya
dua” Dua orang pemuda terlihat baru masuk, dilihat dari cara berpakaiannya
nampaknya mereka dari kampus yang berbeda dengan Damar dan Yanto.
“Iya Gusss,
ditunggu sebentar” sahut Mbah sambil menyajikan makanan pesanan Yanto.
“Ini Mienya
Damar” Kata Mbah.
Dua pemuda itu duduk di sebelah Yanto dan Damar.
“Dari kampus
Mas?” sapa Yanto duluan..
“Iya Mas”
Jawab salah satunya..
“Ow iya
kenalin,, Yanto,”
“Saya
Amar…”……… “Amir”……….
“Damar” Kata Damar menunggu Mie
Instannya dingin.
“Asli mana?”
“Kami dari Aceh, Mas”
“Oww, hebat, Jauh ya..”
Amir nampak tersenyum
mendengar kata hebat dari orang baru saja mereka kenal.
“Mas dari Jawa mana?” tanya Amar..
“Dekat, tidak sampai nyeberang pulau”
Ujar Yanto sambil berkelakar.. “Monggo-monggo ayo makan dulu”
Dua pemuda itu Amar dan Amir saudara kembar dari Kampus Islam, salah satu
kampus ternama di Surabaya. mereka datang dari jauh yakni dari Sabang Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Keempatnya menjadi sangat akrab setelah Amar dan Amir
menjelaskan mereka dari Aceh dan alasan-alasannya harus
kuliah ke Surabaya. Bukan karena di Aceh tidak ada kampus ternama, mereka memilih
meninggalkan kampung halaman untuk mengenyam pendidikan karena sebuah cita-cita
mereka.
Kuliah di pendidikan tinggi Islam merupakan pilihan agar menambah
wawasan keislaman dari mereka. Mereka menjelaskan di Aceh mereka mendapatkan
Islam sudah lebih dari cukup, tapi untuk memperlebar pemahaman Islam secara
sosial mereka harus keluar meninggalkan kampung halaman agar secara pengalaman
mereka dapat pemahaman langsung. Mereka juga mendapat kabar bahwa di Jawa
timur berkembang satu pemahaman Islam yang sangat mengakar pada tradisi sosial
yang cukup ramah. Terlebih lagi Jawa Timur merupakan basis masa Islam yang
sangat tradisional.
Yanto juga turut menjelaskan latar belakang dirinya yang merupakan
keturunan keluarga pondok pesantren. Ayah dari Yanto merupakan pengelola salah
satu pendok pesantren terbesar di Jombang. Ini yang membuat Amar dan Amir merasa
senang karena dia bisa bertemu anak keturunan penganut Islam yang
mereka sedang pelajari.
Damar dan Yanto akhirnya mengajak Amar dan Amir menjadi bagian dari
rencana-rencana mereka kedepan yang merancang satu perkumpulan yang terdiri
dari mahasiswa-mahasiswa yang berlatar belakang berbeda baik daerah, suku, ras,
dan agama. Untuk sementara beberapa unsur sudah terpenuhi, Damar seorang
Nasrani, Yanto dari keluarga Pondok Pesantren, Amar dan Amir dari Aceh yang
memiliki tradisi Islam yang kuat dan ditambah Imad yang merupakan dari daerah
sama dengan Yanto.
“Pak, saya
pesan Nasi satu porsi” Datang satu pemuda lagi memesan nasi.
“Iya Tunggu”…
sahut Mbah.
Sembari menunggu, Yanto menyapanya dan memperkenalkan diri. Nama anak
Itu Tomi, rupanya logatnya dari Batak. Dia beragama Kiristen Katolik yang juga
tertarik dengan ide-ide Damar dan Yanto dia pun menyatakan diri bergabung. Tomi
yang juga satu kampus dengan Yanto dan Damar tidak begitu susah membangun
keakraban. Dia juga ingin mengajak teman satu kosnya bernama Dani untuk
bergabung dengan perkumpulan itu.
Usia-usia mereka
adalah usia yang hidup, dimana idealisme mereka tumbuh meninggi. Semangat
belajar manusia muda sangatlah tinggi, ini ditopang juga oleh idealisme yang
mereka miliki. Seperti kata Tan Malaka “Idealisme adalah kemewahan terakhir
yang hanya dimiliki oleh kaum muda”. Anak muda bisa “terbentur, terbentur,
terbentur, dan Terbentuk” oleh Idealismenya.
Ikuti Atas Atas Untuk Dapat Info Terbaru : Klik Ikuti Aras Atas
Cerita Sebelumnya <<<<>>>> Cerita Selanjutnya
Tentang Novel
Aras Aras | Anak-anak Negeri adalah novel yang menceritakan Tentang Kepemudaan, Novel ini akan dimuat dalam Blog Aras Atas secara berkala.
Novel ini menceritakan sekelompok pemuda yang sedang menempuh pendidikan Strata 1 di Surabaya. Mereka datang dari berbagai daerah. Tokoh dalam Novel di antaranya Damar, Yanto, Imad, Tomy, Dani, Amar dan Amir (Si Kembar). Mereka semua adalah pemuda yang sedang haus akan Ilmu Pengetahuan dan Penempaan Diri sebagai Pemuda. Mereka banyak mendiskusikan realitas kehidupan, sebagian dari yang mereka diskusi dalam Novel adalah adaptasi dari realitas yang sesungguhnya, namun dikemas menjadi dialog novel. Lanjut Baca
Rate This Article
Thanks for reading: Aras Atas Anak-Anak Negeri Visi Muda, Sorry, my English is bad:)