Follow Aras Atas on Facebook Contact Us Open!
Join our telegram Contact Us Join Now!

Aras Atas | Anak-Anak Negeri : Konsekuensi Pilihan

Novel Anak-Anak Negeri
Aras Atas

Aras Atas | Anak-Anak Negeri

 Konsekuensi Pilihan


Hari-hari Damar di Surabaya, dilalui tidak begitu wah di kampus negeri pilihannya, mungkin juga karena ini baru awal dari pilihan tempat pendidikannya. Tapi di balik itu, tetap ia jalani sebagai bentuk konsekuensi jalan hidupnya. Jauh dari kampung halaman itu pasti, belajar hidup mandiri, mengenal orang-orang baru ada cerita pembuka yang akan melapangkan pengalamannya. Mengenal banyak sisi-sisi kehidupan di kota yang berjuluk kota Pahlawan ini menjadi warna tambahan bagi Damar. Semakin akrab juga dia dengan “Kanti Bersama” (warung Mbah Mejan), dengan Mbah pemilik warung dia terus berkomunikasi. Di warung itu sudah tiga kali Damar berjumpa dengan Pak San, ada rasa kagum yang luar biasa dari Damar. Laki-laki paruh baya yang berwawasan yang luas, ia juga merasa cocok karena satu garis ilmu.

Hingga sampai bulan ketiga perkuliahannya, Warung Mbah Mejan menjadi tempat yang paling sering dikunjungi oleh Damar, hampir seimbang dengan mondar-mandirnya menuju kampus.

“Pagi Mbah,,” Sapa Damar.. kali ini ia datang tidak sendiri, ia mengajak rekan satu kelasnya di jurusan.. pukul 06.30 mereka sudah mampir ke Warung, rencananya, mencari sesuatu yang bisa mengganjal perut.

“Ini teman jurusan saya Mbah..” tuturnya memperkenalkan.

“Owh.. siapa namamu dek?” Tanya Mbah merespon Damar.

“Hehehehe,, panggil saja Imad pak..” Imad cenge-ngesan karena dipanggil adek,, Imad mengira sepertinya orang tua ini sedang bercanda atau bahkan sedang mengejeknya yang lagi lesu karena waktu masih pagi, ditambah belum sarapan.

“Panggil saya MBAH.. Mbah Mejan..” kata mbah sambari tertawa.

“Owh,, iya Mbah…” sahut Imad sembari merundukan badan memberi hormat pada orang tua.

Tak lama dari arah pintu masuk warung berjalan pria paruh baya mendekat pada Damar. Iya... pria itu adalah Pak Sand, dengan pakaian kemeja santai. Damar yang melihatnya pun berdiri seperti menyambut tamu agung, hingga pak Sand duduk di samping mereka. Imad turut dikenalkan juga oleh Damar pada Pak Sand.

"Ada kuliah pagi Le.?"

"Iya Pak…" sahut Damar penuh santun… Karisma Pak Sand memang buat siapapun tampak segan.

"Gimana kuliahnya, lancar? Sudah dapat ilmu sejarah apa saja dari dosen-dosennya?" Goda pak Sand..

Kedua-duanya tidak menjelaskan dengan pasti.. hanya cenge-ngesan saja. Pak Sand meraih korang yang ada disebelahnya, Kopi dan pisang goreng pun disuguhi, menambah Koran bacaan pak Sand bernada-nada indah. “Banyak-banyak baca Koran, biar tahu perkembangan” kata pak Sand pada mereka berdua di sela-sela bacaanya sembari membuka halaman baru. Meski Pak Sand seorang redaktur media cetak, Ia tetap membaca koran-korang di waktu tertentu. Damar turut bertanya dalam tatapannya ‘Baca koran juga?',  Pak memang seorang redaktur media cetak ternama di Surabaya, nampak aneh baginya jika orang yang setiap harinya bergumul dengan ulasan berita, tetap membaca koran juga. Sayang pertanyaan ini tidak terjawab oleh Pak Sand, karena hanya ada dalam benak Damar yang terurasi keluar lewat mimiknya.''''

‘Memang, sejak 8 Tahun Silam, Pasca Tragedi Reformasi Media Cetak masih merajai jagat informasi. Tercatat dalam 9 bulan pertama pasca reformasi, lebih dari 800 surat kabar dan majalah lahir pasca itu, ini merupakan angka ya fantastis.’

''''Usai meneguk kopi dan menikmati panasnya pisang goreng buatan Mbah. Kata-kata yang tertulis dalam Koran kembali menjadi kata-kata biasa. Nada-dana tadi menghilang, kembali berubah menjadi kata-kata yang penuh kebohongan, dramatis, palsu, kata-kata yang hanya menggambarkan aksi-aksi heroik aktor-aktor politik yang sudah membajak halaman demi halaman Koran. Kata-kata dan kabar yang menjelaskan secara sembunyi-sembunyi di balik kata yang tertulis bahwa semakin sakitnya negeri ini beserta para penduduknya yang nampak damai padahal menjerit karena kekurangan lahan pekerjaan dan pengangguran yang tidak kalah pentingnya untuk diberitakan.

Pak Sand pamit pada Mbah Mejan, Damar dan Imad hendak menuju sekolah tempat ia mengajar. Ada yang ia tinggalkan untuk Damar. Sebuah batu berukuran sekepal anak-anak, ia menyodorkan itu pada Damar. Ia menyodorkan penuh makna, gesekan batu dan meja jelas terdengar oleh Damar dan Imad. “ggggrrrreeeeeetttttt’’… Imad dan Damar nampak heran. “Pelajari ini” katanya membuat Damar bingung, Imad juga ikut heran bin bingung. “Kamu juga kalau mau”. Sambil menatap ke arah Imad. “Anggap saja batu ini seperti Sejaran, meski bukan faktanya” lanjut Pak Sand sambil menatap Damar dan Imad penuh makna. Tanpa sempat Damar bertanya apa-apa, Pak Sand sudah meninggalkan mereka berdua.

Damar dan Imad saling tatap, masih bingung.. “Kenapa Batu, kenapa tidak buku saja”. Damar dan imad seperti kompak membangun pertanyaan dalam benak mereka. Dalam benak mereka buku lebih dekat dengan sejarah, karena lewat bukulah mereka bisa tahu sejarah-sejarah lampau. Belum juga selesai mereka larut dalam kebingungan, keduanya tersadar jam kuliah sudah mepet.. Imad dan Damar cepat bergegas.. 

“Mbah, bayarnya nanti, nanti pulang kuliah mampir lagi”. Kata Damar sambil meraih batu dan dimasukkan ke dalam tasnya. Bergegas menuju kampus, mereka berdua melupakan batu tadi, mata kuliah yang mereka hadapi lebih penting untuk di bahas sampai masuk ke dalam kelas.

Pertemuan Damar dan Pak Sand masih sebatas rasa penasaran. Pak Sand masih dingin dan penuh misteri, bagian kecil dari cerita tentang Pak Sand, sudah damar dengar dari Mbah Mejan. Ya, Mbah adalah penyebab kenapa Damar punya rasa penasaran pada Pak Sand, dan hari ini tiba-tiba menyodorkan batu untuk di pelajari, tanda adanya sesuatu dalam diri Pak Sand nongol lewat celah jendela misteri Pak Sand.


Cerita Sebelumnya <<<<>>>> Cerita Selanjutnya  

Tentang Novel

Aras Aras | Anak-anak Negeri adalah novel yang menceritakan Tentang Kepemudaan, Novel ini akan dimuat dalam Blog Aras Atas secara berkala.

Novel ini menceritakan sekelompok pemuda yang sedang menempuh pendidikan Strata 1 di Surabaya. Mereka datang dari berbagai daerah. Tokoh dalam Novel di antaranya Damar, Yanto, Imad, Tomy, Dani, Amar dan Amir (Si Kembar). Mereka semua adalah pemuda yang sedang haus akan Ilmu Pengetahuan dan Penempaan Diri sebagai Pemuda. Mereka banyak mendiskusikan realitas kehidupan, sebagian dari yang mereka diskusi dalam Novel adalah adaptasi dari realitas yang sesungguhnya, namun dikemas menjadi dialog novel. Lanjut Baca


Rate This Article

Thanks for reading: Aras Atas | Anak-Anak Negeri : Konsekuensi Pilihan, Sorry, my English is bad:)

About the Author

Aras Atas

إرسال تعليق

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.
// //